
Sejarah Yayasan Attaqwa
Yayasan Attaqwa didirikan pada 6 Agustus 1956. Latar belakang pembentukkannya sangat terkait dengan kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan masyarakat saat itu, yang hancur lebur akibat perang kemerdekaan yang berakhir pada akhir 1949.
Pada awal tahun 1950-an, Oedjungmalang adalah sebuah daerah terpencil. Tidak ada jalan yang bisa dilalui kendaraan bermotor. Gerobak saja hanya bisa lewat pada musim panas. Keterpencilan ini semakin diperparah dengan politik bumi hangus penjajah di wilayah Bekasi dan sekitarnya.
Dalam penuturan Al-Maghfurlah KH. Noer Alie yang terekam dalam Risalah Kebangunan Jajasan P3 Udjungmalang Bekasi, digambarkan:
Dengan hati yang remuk redam melihat air mata jang berlinang-linang dari para djanda pedjuang, jatim pijatu pedjuang, para invalid dan tjatjad pedjuang, dan orang-orang jang kehilangan rumah akibat politik bumi hangus pendjadjah. Rumah-rumah peribadatan, madrasah-madrasah, dan sekolah-sekolah juga hantjur berantakan…….semuanya menangis minta pertolongan dan perbaikan

Atas dasar itu, KH. Noer Alie bersama kawan-kawan seperjuangannya, juga tokoh-tokoh masyarakat, berinisiatif membentuk organisasi kecil yang diberi nama PANITIA PEMBANGUNAN, PEMELIHARAAN, dan PERTOLONGAN ISLAM, yang disingkat P3I. Tujuannya, sebagaimana dituturkan Al-Maghfurlah KH. Noer Alie, antara lain:
- Membangun apa jang telah hantjur
- Memupuk dan memelihara segala apa jang telah berhasil dibangun
- Memberikan dan menyalurkan dana-dana pertolongan kepada para penderita lahir dan bathin
- Mengumpulkan anak-anak dan pemuda untuk beladjar
- Mengumpulkan guru-guru untuk diaktifkan kembali di posnya masing-masing
- Mengichtiarkan lapangan pekerdjaan bagi pemuda-pemuda jang mati akal dan bimbang menurut kemampuannja
Semua tujuan tersebut dikerjakan dengan sungguh-sungguh bersama-sama dengan pemerintah desa dan daerah setempat. Alhasil, sedikit demi sedikit beban dan penderitaan masyarakat pun bisa dikurangi….dan kehidupan mereka pun berangsur-angsur normal.
PANITIA PEMBANGUNAN, PEMELIHARAAN, dan PERTOLONGAN ISLAM inilah yang menjadi cikal bakal Yayasan Attaqwa. Tentang hal ini, Al-Maghfurlah KH. Noer Alie menuturkan:
Sesudah kami masing-masing berkali-kali bermusyawarah dan beristkhoroh mengenai organisasi P3 ini, maka achirnja dengan bertawakkal penuh kepada Jang Maha Adil dan Bidjaksana, musjawarah memutuskan supaja P3 didjadikan suatu Jajasan atau Badan Hukum, demi untuk terpeliharanja segala harta wakaf dan lebih amannja dari bahaja gerilja djahat dari orang jang bernafsu djahat dan liar jang berpura-pura meminta mendjadi anggota suatu ormas dan organ……… Maka pada tanggal 6 Agustus 1956 diaktekanlah P3 ini di muka dan oleh Tuan Notaris Eliza Pondaag di Djakarta, dengan nama “JAJASAN PEMBANGUNAN, PEMELIHARAAN, DAN PERTOLONGAN ISLAM Desa Udjungmalang Tengah” yang disingkat jadi “Jajasan P3 Desa Udjungmalang Tengah”.
Di bawah kepemimpinan KH. Noer Alie, yang dikenal memiliki leadership yang kuat, visi yang jauh ke depan, keteledanan yang menyeluruh dalam sikap dan perilaku sehari-hari, dan tentu saja pemahaman yang luas dan mendalam terhadap ajaran Islam, Yayasan Attaqwa pun tumbuh dan berkembang menjadi sebuah lembaga pendidikan dan dakwah yang memberikan pengaruh positif dan bermanfaat bagi masyarakat.
Masjid-masjid, mushala-mushala, madrasah-madrasah pun dibangun. Akses jalan yang menghubungkan Udjungmalang dengan daerah-daerah sekitarnya juga makin disempurnakan sehingga Udjungmalang tidak lagi menjadi daerah yang terpencil.
Keberhasilan Yayasan Attaqwa telah menginspirasi umat Islam yang tinggal di sekitar Udjungmalang. Mereka menjadikan Attaqwa sebagai model, yang pada gilirannya menyatakan siap menjadi bagian dari Attaqwa sebagai cabang. Tentang awal terbentuknya cabang-cabang Attaqwa ini, Al-Maghfurlah KH. Noer Alie menuturkan: “Sesuai bunji fasal 1 Anggaran Dasar Jajasan P3, maka telah kami terima dan kami sjahkan berdirinja tjabang dalam beberapa desa dan ketjamatan.”

Dalam buku 71 Tahun KH. Noer Alie, KH. Ahmad Tajuddin menyebutkan bahwa: “Yayasan ini berangkat dari nol, tapi kini (tahun 1985) telah memiliki puluhan hektare tanah di wilayah Desa Bahagia dan telah memiliki 28 cabang di wilayah Kabupaten Bekasi.
Setelah 30 tahun, KH. Noer Alie dan pengurus lainnya, merasa sudah waktunya untuk melakukan regenerasi dan menyerahkan kepengurusan harian yayasan kepada para kader yang sejak lama sudah dipersiapkan. Maka, pada tanggal 17 Desember 1986, kepemimpinan pengurus harian dialihkan kepada KH. Muhammad Amien Noer sebagai ketua umum dan KH. Ahmad Tajuddin sebagai wakil ketua. Sedangkan beliau bersama beberapa pengurus lain dari periode sebelumnya, seperti KH. Mahmud Maksum, H. Marzuki Anwar, dan H. Mahbub Ma’an, tetap membimbing sebagai Badan Pendiri. Pada kesempatan tersebut nama Yayasan P3 diganti menjadi Yayasan Attaqwa. Anggaran Dasar Yayasan juga mengalami beberapa perubahan dan perbaikan untuk menyesuaikan dengan UU Keormasan Tahun 1982.
Susunan pengurus Yajasan Attaqwa berdasarkan akte perubahan 17 Desember 1986.
- Ketua : KH. Amin Noer
- Wakil Ketua : KH. Ahmad Tajuddin AM
- Sekretaris I : Saulin Arif
- Sekretaris II : H.A. Djaelani RM
- Bendahara : H.M. Sa’duddin HM
- Anggota-Anggota : 1. H. Abd Shomad Murdanin 2. Drs. H. Mas’ud Abdulloh
Meskipun secara formal tidak lagi aktif sebagai pengurus harian, perhatian yang ditunjukkan KH. Noer Alie dan kawan-kawan di Badan Pendiri terhadap kelangsungan yayasan tetap besar. “…..Beliau selalu memperhatikan cara kerja dan tindak tanduk para pengurus yang telah dipercayakan. Beliau menegur dan menasehati, menjaga dan memperbaiki, bila dilihatnya terjadi ketimpangan dan kejanggalan dalam pelaksanaan. Semua ini dalam rangka mewariskan sistem kerja dan cara berbuat yang tepat kepada generasi penerusnya,” demikian kesaksian yang disampaikan KH. Amin Noer dalam buku Sejarah Ringkas Yayasan Attaqwa.
Yayasan Attaqwa telah tumbuh menjadi lembaga keagamaan yang berpengaruh, dengan fokus kegiatan pada bidang pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan ekonomi umat. Kepengurusan yang baru, di bawah kepemimpinan KH. Amin Noer, di samping bertugas memelihara segala aset fisik dan nonfisik yang diwariskan oleh generasi sebelumnya, juga berkewajiban mengembangkan aset-aset tersebut agar lebih bernilai guna, dan yang terpenting, bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kebaikan umat.
Di bawah kepemimpinan KH. Amin Noer, terjadi dua kali pergantian pengurus, yaitu (1) tanggal 14 Oktober 2002, dan (2) 2 Mei 2014. Pergantian tersebut, di samping untuk penyegaran, juga dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tuntutan zaman yang terus berkembang. Program-program kerja yang dijalankan lebih banyak bersifat intensif, yaitu jumlah sama, tapi kualitas dan daya tampung ditingkatkan. Misalnya, renovasi total terhadap Masjid Jami Attaqwa, bukan saja daya tampungnya yang ditingkatkan, kenyamanan jamaah juga sangat diperhatikan. Tetapi, program yang bersifat ekstensif, yaitu jumlahnya bertambah, juga tetap dijalankan. Jumlah cabang Yayasan Attaqwa bertambah menjadi 54 cabang. Jumlah masjid dan mushalla yang berada di bawah koordinasi Dewan Masjid Attaqwa juga bertambah. Begitu pula dengan jumlah sekolah yang berada di bawah Perguruan Attaqwa, hingga akhir kepemimpinan beliau, berjumlah 187 unit madrasah/sekolah, dari mulai jenjang prasekolah, dasar, menengah, hingga perguruan tinggi.
Tapi, takdir berbicara lain. Saat pelbagai usaha terus dilakukan untuk memajukan Attaqwa, KH. Amin Noer dipanggil pulang Sang Pemilik Hidup, meninggalkan aneka capaian dan prestasi, juga program-program yang belum sempat beliau jalankan.
Kepergian KH. Amin Noer, dan beberapa tokoh dan guru senior Attaqwa, seperti KH. Nurul Anwar, KH. Abd Rozak Mahmud, KH. M. Nasir, KH. Rosyidi, KH. Mukhtar Murikh, menyisakan duka yang mendalam bagi jamaah yang berhimpun di bawah naungan Attaqwa. Tapi Yayasan Attaqwa harus tetap berjalan. Kepengurusan baru pun dikukuhkan di bawah kepemimpinan KH. Irfan Mas’ud sebagai ketua Badan Pengurus untuk masa khidmat 2021-2025.
Amanah dan tanggung jawab yang dipikul oleh pengurus baru ini tentu sangat besar. Mengingat Attaqwa sekarang bukanlah sekadar nama sebuah yayasan atau nama pesantren, tapi ia telah menjelma menjadi sebuah identitas dan corak keagamaan, yang bukan Nahdhiyah, bukan pula Muhammadiyah, tetapi yang ada adalah Nur’aliyah.[dj]
